Tidak terasa, di penghujung tahun lalu, usia pernikahan saya dan suami genap berusia 13 tahun. Menikah di usia muda merupakan salah satu keputusan dan tanggung jawab terbesar yang pernah kami ambil. Banyak orang bilang bahwa menikah itu bukan hanya menyatukan dua pribadi, namun juga dua keluarga. Yes that’s right not not entirely true. Sebagai financial planner, jangan lupa bahwa menikah juga menyatukan dua dompet. And trust me, this part can be very tricky!
Simak saja kisah Reina, seorang assistant VP di sebuah bank asing. Saat memutuskan menikah dengan Dandi, mereka sepakat untuk memisahkan urusan keuangan mereka. Mereka menolak membuka rekening tabungan bersama (joint account) dan masing-masing bertanggung jawab dengan pengeluaran sendiri.
Menikah beberapa bulan, singkat cerita Dandi bingung kenapa Reina bisa santai membeli tas branded setiap dua bulan sekali, membayarkan uang sekolah adiknya, dan lainnya. Sedangkan dirinya sampai harus bergulat dengan utang kredit tanpa agunan yang diambil untuk dana pernikahan mereka waktu itu. Setelah sesi perdana diskusi tentang uang, ternyata penghasilan Reina 2 kali lipat penghasilan Dandi. Meskipun tak berkomentar, setelah hari itu Reina merasa Dandi menjadi lebih diam dan tidak terbuka dengan rencana-rencana investasinya.
Relationship 101
Cara tradisional dalam manajemen keuangan newlywed adalah suami bertugas sebagai breadwinner yang bertanggung jawab membawa pulang penghasilan untuk hidup keluarga. Sedangkan istri bertugas menjaga kehangatan rumah dan menyiapkan segala kebutuhan dari uang yang diberi suami.
Namun, sekarang banyak kita dapati baik suami maupun istri sama-sama bekerja untuk berbagai alasan yang berbeda. Dari mulai mendapatkan penghasilan keluarga yang lebih besar hingga sekedar mengisi kekosongan dalam rutinitas sehari-hari. persoalan tentang uang bisa menjadi satu masalah tersendiri. Kondisi umum yang sering dihadapi pasangan suami-istri di Indonesia adalah siapa yang harus bertindak sebagai manajer keuangan dalam rumah tangga.
Menurut pengamatan saya, ada empat kemungkinan yang bisa terjadi tentang pengelolaan uang dalam sebuah hubungan.
#1. Penghasilan suami dan istri digabung, lalu digunakan untuk keperluan keluarga.
#2. Penghasilan suami sepenuhnya milik keluarga, penghasilan istri milik sendiri.
#3. Suami memberikan uang bulanan kepada istri, tetapi jumlah penghasilan sesungguhnya tidak diketahui pasangan.
#4. Pembagian tugas dalam menyelesaikan kebutuhan. Misal gaji suami digunakan untuk bayar cicilan rumah, bayar uang sekolah anak, dan bayar belanja bulanan. Sedangkan gaji istri digunakan untuk bayar tagihan listrik, telepon, dan urusan liburan.
Tidak ada yang benar dan salah dalam model pengelolaan keuangan yang Anda berdua pilih. Namun, sebelum menikah, Anda berdua wajib terbuka mengenai berapa penghasilan yang diperoleh, siapa yang bertugas jadi manajer keuangan, dan bagaimana pembagian tugas dalam pengelolaan penghasilan.
#tipsPrita
Apa pun cara yang Anda pilih dalam mengatur keuangan dengan pasangan, Anda tetap harus memiliki satu rekening tabungan dan satu kartu kredit atas nama sendiri.
Sangat penting untuk memiliki track record finansial yang baik dengan bank atau lembaga keuangan lainnya. Anda tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dalam keluarga di kemudian hari. Anda pun dapat mengatur sejumlah porsi penghasilan sendiri sesuai investasi yang Anda inginkan.
Let’s Talk Money, Honey!
Menurut survei USA Today di tahun 2012, 20% pasangan mulai ngobrol urusan keuangan saat baru menikah. Sedangkan, 31% pasangan sudah melakukannya sejak masih pacaran. Sejak menikah, Saya & suami memilih model #2 yaitu semua penghasilan suami diserahkan kepada saya sebagai manajer keuangan dan digunakan untuk semua kebutuhan hidup keluarga. Sedangkan penghasilan saya, digunakan untuk diri sendiri dan juga investasi keluarga.
Masih ingat kan dengan konsep ZAPFIN? Simpanan, Tabungan, dan Investasi, juga harus digunakan untuk family money management . Setiap bulan, tentukan siapa yang harus bayar punya simpanan untuk urusan bayar listrik & belanja bulanan, tentukan siapa yang harus nabung dan investasi untuk mimpi jalan-jalan ke Eropa, atau sekedar beli gadget terbaru.
Is it mine or is it yours?
Tricky part number 2 adalah urusan pembagian aset. Biasanya, sebelum menikah, masing-masing mungkin punya harta seperti tabungan, deposito, atau bahkan tanah pemberian orang tua. Lalu, kalau sudah menikah, bagaimana urusan pembagiannya? Kalau Anda tidak punya perjanjian pisah harta, tetap sebaiknya membuat tabel kekayaan yang bisa lihat di website ini. List down semua aset yang dimiliki dan juga saldo pinjaman seperti pinjaman KPR, pinjaman KTA, dan lainnya. Tulis atas nama siapa aset dan pinjaman tersebut tercatat.
Saya dan suami juga membuat daftar ini saat baru mau menikah. Dari daftar ini, kita berdiskusi tentang bagaimana preferensi masing-masing soal financial planning. Suami ternyata berasal dari keluarga yang tidak masalah pakai kartu kredit, asalkan saat tagihan datang bsia bayar lunas. Sedangkan saya, lebih suka pakai kartu debit untuk menyelesaikan segala pembayaran. Suami lebih suka berinvestasi di instrumen saham, sedangkan saya waktu itu hanya berani membeli reksadana campuran. Hal-hal sederhana semacam ini bisa menimbulkan masalah di kemudian hari apabila tidak dicarikan solusinya dari awal. Ini bukan who’s winning situation, namun harus menjadi sebuah kesepakatan. Carilah mana kondisi yang paling cocok untuk Anda berdua.
At the end, it’s your life
Berbicara tentang couple money management tentu saja melibatkan urusan relationship. It’s not just about the money, but it’s about how you design your life. Menurut saya,couple needs to decide what type of living is desired. Luangkan waktu setiap bulan untuk berdiskusi santai soal uang dengan pasangan. Tentukan model pengelolaan mana yang Anda berdua pilih. Carilah sistem yang bekerja untuk Anda dan bisa membuat kehidupan pernikahan Anda menjadi lebih indah dan sejahtera. Live a beautiful life!